-->

Masalah - Masalah pada Penulisan Film Dokumenter


Pada tulisan sebelumnya, Cara Menulis Script Film Dokumenter dengan Mudah kita ditawarkan sebuah pendekatan dengan penjelasan langkah-nya yakni dengan menggunakan 3 babak, dengan struktur golden circle (Why, How dan What) dan juga karakterisasi dari konsep “Journey”. pendekatan ini memiliki banyak hal yang patut dibahas sehingga perlu disertakan sebuah penjelasan agar pembaca memahami aspek penulisan tersebut secara menyeluruh. Penjelasan ini adalah sebuah penambahan dari segi teoritis konseptual yang sangat berkaitan dengan penulisan, sehingga kita tidak akan menjelaskan hal hal yang berkaitan dengan praktis atau teknis produksi dokumenter. Berikut adalah penjelasannya

Subjektivitas

Sedari awal memang yang dilakukan adalah “menawarkan” sebuah pendekatan, sehingga memang cara penulisan tersebut tidak bersifat mutlak. Artinya bisa jadi ada pandangan lain atau pendekatan lain. Pandangan - pandangan atau pendekatan tersebut dilandasi oleh sebagian keadaan di lapangan yang antara lain adalah:

1. Tidak semua dokumenter itu ada karakter yang memiliki sebuah alur “journey” atau perjalanan. Sebagian dokumenter memang sebuah penjelasan yakni dengan cara eksploratif, deskriptif atau explanatif dari sebuah wacana atau fenomena. Bahkan dalam sebagian kasus, tidak ada karakter yang bisa dijadikan objek dalam film. Hal ini bisa diatasi dengan menjadikan pembuat film sebagai karakter atau subjek.

2. Cara pembabakan tidak bisa dilakukan karena sulit mengidentifikasi apa yang terjadi di lapangan. Sebagian kasus, karakter melakukan yang tidak tepat, bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak merasa akan mengalami kerugian ataupun keuntungan. Hal ini diakibatkan oleh keterbatasan pengetahuannya untuk bisa memahami realita yang dialami. Sehingga kenyataan antara karakter dan pembuat film berbeda. Hal ini bisa dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan literasi kepada objek tentang masalah yang ia hadapi, dengan mengirimkannya pada beberapa pembahasan dan pertemuan bersama para ahli dsb.

3. Di beberapa kasus lain dibahas ketika bertemu karakter, pembabakan sudah memasuki babak tengah atau sudah mau masuk klimaks (babak terakhir) sehingga materi pembabakan awal tidak ada. Hal ini bisa dilakukan dengan penjajakan kronologis (melihat ke belakang) atau menggunakan vox populi, yakni mendengarkan suara (vox / voice) orang - orang umum (populi / people) dan mencoba karakter memahami pendapat / opini tersebut.

Cara Pandang

Ketika kita menggunakan kacamata hitam (sunglasses) dibawah terik, tentu semuanya menjadi agak redam dan retina mata membuka karena cahaya dibatasi oleh kacamata. Istilah “kacamata” dalam ilmu humaniora adalah cara pandang dalam melihat suatu objek, dan kadang disebut dengan istilah perspektif. Sebuah koin bisa dilihat dari 2 sisi, dan juga dari beberapa perspektif lain. Sebuah koin bisa saja tidak berbentuk lingkaran lagi melainkan sebuah bentuk tegak karena dilihat dari sisi yang memperlihatkan sisi keping koinnya. Dari butir penjelasan poin ke dua sebelumnya, yakni masalah pembabakan; cara pandang ini membedakan setiap individu dalam melihat dan memahami kenyataan. Jika koin adalah realita, maka bentuk koin-nya adalah kenyataan. Ini berarti, kendati realitanya hanya satu akan tetapi kenyataan dari masing - masing individu bisa berbeda. Seperti halnya subjektivitas yang dijelaskan diatas. Berikut “cara pandang” atau lebih dikenal dengan istilah “paradigm” yang membuat kenyataan berbeda. Paradigma ini pun lazimnya digunakan dalam penelitian sosial.

1. Positivistik; melihat kenyataan dan mencoba mencari setidaknya ada korelasi (sebab-akibat) dari kenyataan tersebut. Dalam dokumenter ini mencoba memperlihatkan keberadaan aspek dan berpengaruh (korelasi) dengan aspek lainnya. Biasanya korelasi ini mencontoh dari kenyataan lain seperti melihat konsep “orang tua” dan “pemimpin” sebagai aspek yang serupa terhadap “anak” dan “pengikut”. Biasanya korelasi ini bersifat konstan, sehingga kurang lebih sama walaupun berbeda tempat.

2. Konstruktivis; boleh dikatakan bahwa cara pandang ini memperlihatkan adanya dua atau lebih korelasi dan menjelaskan masing - masing pengaruh terhadap aspek lain lengkap dengan konsekuensi. Biasanya korelasi ini beranggapan bahwa kenyataan itu dibangun (konstruk) oleh pikiran yang berbeda beda. Sehingga sifat korelasinya tidak konstan namun masih ada kemiripan. Contohnya; konsep Menghormati “orang tua” tidak harus ada, karena tidak semua orang memiliki orang tua dan atau bentuk konsep “orang tua” yang berbeda beda. Konstruk ini juga mengakui bahwa ada konsep “cara” lain yang bisa dilakukan terhadap “orang tua” seperti mengkritik, membenci, menghindari, menyayangi, memberi dan hal - hal tindakan lain yang mana bisa diklasifikasikan atau mengandung spektrum sikap.

3. Kritis; Cara pandang ini diawali dengan sebuah sikap skeptisme, dan mencoba mencari anti-thesis terhadap kenyataan. Hal ini dikarenakan ada sebuah korelasi yang mana diakibatkan oleh salah satu aspek yang tersembunyi atau tidak terdeteksi, dan itu adalah kekuasaan atau dominasi. Cara pandang ini bisa dikatakan sebuah perkembangan dari dua cara pandang sebelumnya, yakni ada korelasi konstan dan diberlakukan dengan cara yang beda, akan tetapi “mengakar” di bawah kesadaran. Dalam sebuah kasus, menghormati “orang tua” menjadi sebuah tradisi (akar) bahkan dalam tahap tertentu menekan dan memanipulasi sehingga membebani anaknya, “menghormati” menjadi sakral sehingga anaknya merasa hal yang wajar. Klasifikasi dan spectrum sikap terhadap orang tua dibongkar dan berusaha menemukan korelasi lain.

Kemutlakan

Pembahasan ini adalah akumulasi dari dua penjelasan sebelumnya yakni subjektivitas dan cara pandang. Bahwa tidak ada yang mutlak dalam segi penulisan dokumenter dan juga persepsi subjek, yakni pembuat film dokumenter terhadap objek yang hendak dia telaah. Kemutlakan ini sering terjadi karena kebanyakan dokumenter memiliki kecenderungan untuk menggunakan cara pandang kritis. Dokumenter dianggap sebuah alat untuk membongkar sebuah persekongkolan, kejahatan atau kekuasaan yang terjadi di masyarakat. Selain skeptisme yang tidak tepat, namun korelasi - korelasinya banyak yang tidak utuh sehingga menjadi sebuah proyek yang ambisius. Hal ini juga terjadi pada sebuah produksi dokumenter di tingkat mahasiswa, yang mana sebenarnya korelasi (dalam hal penulisan dokumenter) ini bisa dilakukan secara positivistic saja.

Itulah Masalah - masalah pada penulisan film dokumenter yang dapat dibagikan. Dalam pembahasan selanjutnya adalah permasalahan dari penulisan dokumenter yang berimplikasi pada praktik produksi. Dimanakah anda sering mengalami kesulitan dan bahkan masalah dalam penulisan untuk film dokumenter?

0 Response to " Masalah - Masalah pada Penulisan Film Dokumenter"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel